Jumat, 07 Juni 2013

Konsep Kepribadian dan Teori Belajar

KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,  karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhammad SAW, kapada keluarganya para sahabatnya hingga kita selaku umatnya sampai akhir zaman. Selanjutnya makalah ini diberi judul “Konsep Kepribadian Dan Teori Belajart“ yang merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen Bimbingan Peserta Didik pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Marhla’ul Anwar Banten Tahun Akademik 2011/2012
         Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini kami ingin mengucap rasa terima kasih kepada :
1.      Bapak H. Asep Saepudin, S.Ag.M.M selaku dosen mata kuliah Bimbingan Peserta Didik pada fakultas keguruan dan ilmu pendidikan UNMA Banten
2.      Teman–teman mahasiswa seperjuangan khususnya Fakultas FKIP UNMA Banten Tahun Akademik 2011/2012
Dalam  proses pendalaman materi ini,  tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan penulisan makalah di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.



Pandeglang, 14 Juni 2012

Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. …………….i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ……………ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... ……….……1
A.      Latar Belakang Masalah.......................................................................... …………….1
B.      Rumusan Masalah         ........................................................................... …………….2
C.      Tujuan ..................................................................................................... …………….2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... ….…………3
            A.  Pengertian Kepribadian............................................................................ …………….3
B.  Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian................................................ …………….4
C.  Pengertian teori belajar  ………………….………………………………………...….6
D. Beberapa Teori Belajar …………………………………………………………..……7

BAB III PENUTUP................................................................................................. ..………….17
2.1    Kesimpulan.............................................................................................. ..………….17
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………..18



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari psikologi tidak lepas dari mempelajari tentang jiwa, kepribadian seseorang dalam setiap perbuatan tingkah laku dalam kesehariannya.
Khusus dalam mempelajari kepribadian seseorang tidak hanya dapat dilihat dari tampak luarnya saja, karena sering kali apa yang terlihat dari luar tidak sama dengan kenyataan yang terjadi, yang dialami seseorang, semua yang tampak dari luar hanyalah sebagai topeng saja.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi.
B. Rumusan Masalah
1.  Apa Pengertian Kepribadian
2. Faktor yang mempengaruhi kepribadian
3. Apa pengertian teori belajar
4. Beberapa teori belajar
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Kepribadian
2. Untuk Mengetahui Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Dari Kepribadian
3. Untuk Mengetahui Pengertian Teori Belajar
4. Untuk Mengetahui Bebrapa Teori Belajar

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepribadian
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “ Personality “. Secara etimologis, kata personality berasal dari bahasa latin “ persona “ yang berarti topeng.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan:
1.      Identitas diri, jati diri seseorang
2.      Kesan umum seseorang tentang diri sendiri atau orang lain
3.      fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah.
Pengertian kepribadian menurut para ahli Hall dan Lindzey, mengatakan bahwa kepribadian diartikan sebagai :
Ketrampilan atau kecakapan sosial ( Social skill )
Kesan yang paling menonjol, yang dilanjutkan seseorang terhadap orang lain.
1.      Woodworth, mengemukakan bahwa kepribadian merupakan “ kualitas tingkah laku total individu “
2.      Dashiell, mengartikan sebagai “ gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi “
3.      Darlega, Winstead dan Jones ( 2005 ) mengartikannya sebagai “ Sistem yang relative stabil mengenai karakteristik individu yang bersifat internal, yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku yang konsisten.
4.      Allport mengemukakan lima tipe definisi kepribadian sebagai berikut :
1.      Rag-Bag ( Omnibus ), yang merumuskan kepribadian dengan cara numerasi ( menjumlahkan ). Contohnya definisi dari Morton Prince, yaitu “ Kepribadian merupakan sejumlah disposisi ( kecenderungan ) biologis, implus-implus dan instink-instink bawaan.
2.      Integratif dan konfiguratif yang menekankan kepada organisasi cirri-ciri diri.
3.      Hirachis sama dengan pendapat William James, yaitu kepribadian itu dinyatakan dalam empat pribadi ( selves ) : Material self, social self, spiritual self dan pure ego atau self elf self.
4.      Adjustment seperti definisi dari kempfis yaitu sebagai “ integrasi “ dari sistem kebiasaan individu dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
5.      Distinctiveness ( uniqueness ) seperti yang dikemukakan oleh Shoen, yaitu “Sistem disposisi dari kebiasaan yang membedakan antara individu yang satu dengan yang lain dalam satu kelompok yang sama.
Selanjutnya Gordon W. Allport mengemukakan bahwa pengertian kepribadian yaitu “personality is the dynamic organization within the individual of those pschopycal systems that determine his unique adjustment to his environment” (kepribadian merupakan organisasi yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya.
B.     Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).
1.      Faktor Genetika (Pembawaan)
Pengaruh gen terhadap kepribadian sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung adalah
a.      Kualitas sistem saraf
b.      Keseimbangan biokimia tubuh dan struktur tubuh
Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah
a.       Sebagai sumber bahan mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, inteligensi dan temperamen
b.      Membatasi perkembangan kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas ) dan mempengaruhi keunikan kepribadian.

2.      Faktor Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah
a.       Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah
1.      Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak.
2.      Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.
3.      Para anggota keluarga merupakan “sicnificant people” bagi pembentukan kepribadian anak.
b.      Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola prilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
c.       Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh diantaranya sebagai berikut :
·         Iklim emosional kelas
·         Sikap dan prilaku guru
·         Disiplin (tata tertib)
C. Pengertian Teori Belajar
Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar, 1988: 5).
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah maupun keluarganya sendiri. Oleh karenanya, pemagaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak di perlukan oleh para pendidik.
Adapun pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik. Berdasarkan suatu teori belajar, suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan perolehan peserta didik sebagai hasil belajar (Trianto, 2007: 12). Teori belajar juga dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang terkait dengan peristiwa belajar khususnya dalam pembelajaran PAI.
Secara pragmatis, teori belajar dapat di fahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tigal conditioning, dan macam yang sangat menonjol yakni Connectionism, Classical conditioning, dan operant Conditioning. Teori-teori tersebut merupakan ilham yang mendorong para ahli melakukan eksperimen-eksperimen lainnya untuk mengembangkan teori-teori baru yang juga berkaitan dengan belajar.

D. Beberapa Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasilJelasnya, aliran ini memandang bahwa hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap apa yang datang dari luar individu. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku dari stimulus yang diterimanya (Muhaimin, 2002: 196).
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukumbelajar, diantaranya:
·         Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
·                     Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
·                     Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·                     Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
·                     Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·                     Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
·                     Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud denganoperant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnyaconditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
2. Teori  Belajar kognitivisme
Beberapa teori yang termasuk kategori aliran Humanistik adalah:
a.       Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya..
b.      Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
c.       Carl Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
1.      Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3.      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5.      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.      Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9.      Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10.  Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
 3. Teori Belajar Kognitif
Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan

4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a.       Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”.
b.      Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
c.       Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
d.      Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
e.       Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima. 







BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kepribadian (personality) persona yang berarti topeng Allport mengemukakan bahwa kepribadian adalah personality is the dynamic organization within the individual of those pschopysical systems that determine his unique adjustment to his environment.
Faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah faktor genetika (pembawaan) dan faktor lingkungan (environment) yang lebih tertuju pada pengalaman.
Teori belajar humanisme, behaviorisme, piaget dan gestal memiliki ciri khas masing-masing . Teori belajar humanisme berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang perilakunya bukan sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar behavioristik merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat optimal. Teori piaget dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Sedangkan teori gestalt Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behavioristik dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu.2007. Teori Kepribadian.Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Fauzi, Ahmad. 1997. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia.
File://D:\andi;\bu guru\bu guru\psikologi_kepribadian.htm
Index.php.htm
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta: 2005.
Darsono, Max, Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 2001.
Djaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara: 2007.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar Rajawali press,Jakarta: 2009.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Sebuah Pendekatan Baru. Rosda. Bandung : 1997
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka Cipta.Jakarta: 2003.
Sobry sutikno, Belajar dan Pembelajaran, Prospect. Bandung.2009.
Sumadi Suryabrata,Psikologi Pendidikan, Rajawali Pers. Jakarta : 2008