KATA
PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang
Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya
makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhammad SAW, kapada
keluarganya para sahabatnya hingga kita selaku umatnya sampai akhir zaman.
Selanjutnya makalah ini diberi judul “ Landasan-Landasan Perencanaan Pembelajaran “ yang merupakan
salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen Perencanaan Pembelajaran pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mathla’ul
Anwar Banten Tahun Akademik 2013
Dalam
penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak,
untuk itu pada kesempatan ini kami ingin mengucap rasa terima kasih kepada :
1.
Bapak Didi sarmedi, M.Pd. selaku dosen mata kuliah perencanaan Pembelajaran pada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan UNMA Banten
2.
Teman–teman mahasiswa
seperjuangan khususnya Fakultas FKIP UNMA Banten Tahun Akademik 2013
Dalam proses
pendalaman materi ini, tentunya kami
mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan penulisan makalah di masa yang
akan datang.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Cikaliung, 1 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C.
Tujuan Pembahasan ................................................................................................ 2
D.
Sistematika Penulisan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 4
A. Landasan Filsafat ................................................................................................... 4
B. Landasan Sosial Budaya......................................................................................... 6
C. Landasan psikologis ............................................................................................... 8
D. Landasan ilmu pengetahuan dan Teknologi ........................................................... 10
E. Teori Belajar Yang Melandasi perencanaan pembelajaran...................................... 12
1. Teori Belajar Disiplin Mental atau Psikologi Daya ........................................... 12
2. Teori Belajar Behaviorisme atau Psikologi Tingkah Laku ................................ 12
3. Individu dalam Belajar : ................................................................................... 13
a. Kemampuan Potensial ................................................................................ 13
b. Kesiapan dalam Belajar .............................................................................. 13
c. Motivasi Belajar .......................................................................................... 14
d. Tujuan yang Ingin dicapai .......................................................................... 15
e. Minat Belajar .............................................................................................. 15
f. Situasi yang Mempengaruhi ....................................................................... 16
g. Keteraturan waktu dan disiplin dalam belajar ............................................ 17
4. Tipe-tipe Belajar ............................................................................................... 17
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 20
A.
Simpulan ................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang pesat sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan di berbagai bidang
kehidupan. Agar dapat mengikuti dan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah
satu usaha menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui
pendidikan.
Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga
orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai
dengan ketentuan. Pendidikan menurut
bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu : pendidikan formal dan pendidikan non
formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang berlangsung secara teratur,
bertingkat dan berkesinambungan.
Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang dilakukan secara
tertentu tetapi tidak mengikuti peraturan yang ketat. Sekolah sebagai lembaga
formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi siswa. Pendidikan tersebut
mempunyai fungsi (UU No.20 tahun 2003 pasal 3):
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Perencana pembelajaran sebagai rancangan dari pendidikan,
mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan,
menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat begitu pentingnya
peranan perencana pembelajaran di dalam pendidikan dan di dalam perkembangan
kehidupan manusia, maka pengembangan perencanaan pembelajaran tidak dapat sembarangan.
Pengembangan perencanaan pembelajaran membutuhkan landasan-landasan yang kuat,
yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Salah
satu landasan yang berkaitan dengan peranan anak dalam pengembangan perencanaan
pembelajaran adalah landasan psikologis.
B. Rumusan Masalah
dalam makalah
ini, kami merumuskan masalah yang membutuhkan pemikiran lebih lanjut, masalah
yang dimaksud ialah :
1.
Bagaimana Tentang Landasan-Landasan Perencanaan Pembelajaran ?
2. Teori Apa Yang
Melandasi Perencanaan Pembelajaran ?
C. Tujuan pembahasan
Beberapa tujuannya antara lain :
1.
Untuk mengetahui Tentang Landasan-Landasan Perencanaan Pembelajaran
2.
Untuk mengetahui Teori Yang
Melandasi Perencanaan Pembelajaran
D. Sistematika
Penulisan
Adapun sistematika penulisan sebagai berikut :
A.
Latar belakang masalah
B.
Rumusan masalah
C.
Tujuan pembahasan
D.
Sistematika penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Landasan Filsafat
B. Landasan Sosial Budaya
C. Landasan psikologis
D. Landasan ilmu pengetahuan dan Teknologi
E. Teori Belajar Yang Melandasi perencanaan pembelajaran
1. Teori Belajar Disiplin Mental atau Psikologi Daya
2. Teori Belajar Behaviorisme atau Psikologi Tingkah Laku
3. Individu dalam Belajar :
a. Kemampuan Potensial
b. Kesiapan dalam Belajar
c. Motivasi Belajar
d. Tujuan yang Ingin dicapai
e. Minat Belajar
f. Situasi yang Mempengaruhi
g. Keteraturan waktu dan disiplin dalam belajar
4. Tipe-tipe Belajar
BAB
III PENUTUP
A.
Simpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN-LANDASAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A.
Landasan Filsafat
Filsafat memegang peranan penting dalam
pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita
dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme,
eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah
ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya
dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme
lebih
menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan
budaya dan dampak sosial tertentu.Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan
pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi
anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya
dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di
dunia ? Apa pengalaman itu ?
d. Progresivisme
menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran
progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat
ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada
progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk
apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut
aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme,
Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari
terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan,
filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum
Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan
dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti
memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek
pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara
eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan
yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa
negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan
dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.
B. Landasan
Sosial Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu
rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan
bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat
dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan
segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus
acuan bagi pendidikan.Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia
– manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru
melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial
budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan
berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari
agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat
maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga
menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian
terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata,
1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa
lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang.Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya
mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya
dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
C. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari
pengembangan kurikulum yaitu
(1)
psikologi perkembangan
(2)
psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam
psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar.
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan
psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella
Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik
mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi
kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada
suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5
tipe kompetensi, yaitu :
a.
Motif
Sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir
secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi
b. Bawaan
yaitu
karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
c. Konsep Diri
yaitu tingkah laku, nilai atau image
seseorang;
d. Pengetahuan
yaitu informasi khusus yang dimiliki
seseorang;
e. Keterampilan
yaitu kemampuan melakukan tugas secara
fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai
implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan.
Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri
seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih
mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan
(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan
hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif
jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.Dalam konteks Kurikulum
Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan
karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima
perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu :
(1)
perbedaan tingkat kecerdasan;
(2) perbedaan kreativitas;
(3) perbedaan cacat fisik;
(4) kebutuhan peserta didik; dan
(5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
D. Landasan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad
pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori
baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus
semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau
hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu
kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan
kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di
Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki
di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan
sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar
sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih,
sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan
kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn)
dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang
ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat
mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.
E. Teori belajar
yang melandasi perencanaan pembelajaran
Teori ini terdiri dari bebrapa teori diantaranya :
1.
Teori belajar disiplin mental atau psikologi daya
Untuk memahami pandangan dari teori ini tentang belajar mengajar, teori
ini disebut psikologi mental karena menurut pandangan para ahli psikologi,
individu atau siswa mempunyai kekuatan atau kemampuan yang bersifat mental atau
rohaniah.
Menurut psikologi daya atau fasulty
Pschology, individu atau siswa memiliki sejumlah daya atau kekuatan,
seperti daya : mengindra, mengenal, mengingat, menanggap, mengkhayal, berpikir,
merasakan, menilai, dan berbuat, daya – daya itu dapat dikembangkan melalui
latihan, seperti latihan mengamati benda, gambar, latihan mendengarkan bunyi
dan suara, latihan mengingat kata, arti kata, dan letak sesuatu kota dalam
peta.
2.
Teori belajar behaviorisme atau psikologi tingkah laku
Psikologi ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan behavior,
yaitu tingkah laku atau perilaku yang dapat diamati atau diukur. Teori ini
bersifat molekuler atau unsuriah, karena memandang kehidupan individu manusia
terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul. Ada beberapa ciri dari
psikologi ini, yaitu :
1.
Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil
2.
Bersifat mekanistis
3.
Menekankan peranan lingkungan
4.
Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
5.
Menekankan pentingnya latihan
3.
Individu dalam belajar
Dalam individu dalam belajar ini terdiri dari :
a.
Kemampuan potensial
Dalam menyusun atau merencanakan program pengajaran komponen siswa juga
perlu mendapat perhatian. Program pengajaran, dapat dipandang sebagai suatu
skenario tentang apa yang harus dipelajari siswa dan bagaimana mempelajarinya.
Agar bahan dsan cara belajar ini sesuai dengan kondisi siswa, maka penyusunan
program pengajaran perlu disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan siswa.
Keluasan dan kedalaman bahan ajaran perlu disesuaikan dengan kemampuan dan
perkembangan siswa. Aktivitas belajar yang direncanakan guru juga perlu
memperhatikan hal itu.
b.
Kesiapan dalam belajar
Proses belajar
dipengaruhi kesiapan murid, yang dimaksud dengan kesiapan atau readiness
ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar. Berkenaan dengan hal
itu terdapat berbagai macam taraf kesiapan belajar untuk suatu tugas khusus.
Seseorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam belajar
akan mengalami kesulitan atau malah putus asa. Yang termasuk kesiapan ini ialah
kematangan dan pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil
belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan
seseorang dapat belajar.
Berdasarkan dengan prinsip kesiapan ini
dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Seorang individu akan dapat belajar dengan
sebaik-baiknya bila tugas-tugas yang diberikan kepadanya erat hubungannya
dengan kemampuan, minat dan latar belakangnya.
2. Kesiapan untuk belajar harus dikaji bahkan diduga.
Hal ini mengandung arti bila seseorang guru ingin mendapat gambaran kesiapan
muridnya untuk mempelajari sesuatu, ia harus melakukan pengetesan kesiapan.
c.
Motivasi Belajar
Setiap perbuatan, termasuk perbuatan belajar didorong oleh sesuatu atau
beberapa motif. Motif atau biasa juga disebut dorongan atau kebutuhan merupakan
sesuatu tenaga yang berada pada diri individu atau siswa yang mendorongnya
untuk berbuat mencapai suatu tujuan. Tenaga pendorong atau motif pada seseorang
mungkin cukup besar sehingga tanpa motivasi dari luar kita sudah bisa berbuat.
Orang atau siswa tersebut memiliki motif internal. Pada orang atau siswa lain,
tenaga pendorong ini kecil sekali, sehingga ia membutuhkan motivasi dari luar,
yaitu dari guru, orang tua, buku-buku dan sebagainya. Orang atau siswa seperti
itu memerlukan motif eksternal.
d.
Tujuan yang ingin dicapai
Tujuan harus
tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses
belajar terjadi”. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh
seseorang dan mengenai tujuan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tujuan seyogianya mewadahi kemampuan yang harus
dicapai.
2. Dalam menetapkan tujuan seyogianya
mempertimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat
3. Pelajar akan dapat menerima tujuan yang dirasakan
akan dapat memenuhi kebutuhannya.
4. Tujuan
guru dan murid seyogianya sesuai
5. Aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan
oleh masyarakat dan pemerintah biasanya akan mempengaruhi perilaku.
e.
Minat belajar
Setiap anak mempunyai minat dan kebutuhan sendiri-sendiri. Anak dikota
berbeda minat dan kebutuhannya dengan anak didesa, didaerah pantai berbeda
dengan dipegunungan, anak yang akan bersekolah sampai perguruan tinggi berbeda
dengan yang akan bekerja setelah tamat SLTA. Bahan ajaran dan cara penyampaian
sedapat mungkin disesuaikan dengan minat dan kebutuhan tersebut.
Pengajaran perlu memperhatikan minat dan kebutuhan, sebab keduanya akan
menjadi penyebab timbulnya perhatian. Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan
anak, akan menarik perhatian nya, dengan demikian mereka akan
bersungguh-sungguh dalam belajar.
f.
Situasi yang mempengaruhi
Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami
situasi”. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap
individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain.
Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami
murid-muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang
melihat suatu situasi tertentu.
Berkenaan dengan
persepsi ini ada beberapa hal-hal penting yang harus kita perhatikan:
1. Setiap pelajar melihat
dunia berbeda satu dari yang lainnya karena setiap pelajar memiliki lingkungan
yang berbeda. Semua siswa tidak dapat melihat lingkungan yang sama dengan cara
yang sama.
2. Seseorang menafsirkan lingkungan sesuai dengan
tujuan, sikap, alasan, pengalaman, kesehatan, perasaan dan
kemampuannya.
3. Cara bagaimana seseorang melihat dirinya
berpengaruh terhadap perilakunya. Dalam sesuatu situais seorang pelajar
cenderung bertindak sesuai dengan cara ia melihat dirinya sendiri..
g.
Keteraturan waktu dan disiplin dalam belajar
Menurut The Liang Gie (1995:49) ”pokok pangkal yang utama dari cara belajar
yang baik adalah keteraturan”. Sebab dengan keteraturan dan disiplin yang
tinggi, maka penyesuaian pengaturan waktu belajar menjadi lebih diterapkan.
Suatu masalah pokok yang dihadapi oleh sebagian siswa ialah kesukaran dalam
menggunakan waktu belajar. Banyak siswa mengeluh kekurangan waktu untuk
belajar, tetapi sesungguhnya mereka kurang memiliki keteraturan dan disiplin
untuk mempergunakan waktunya secara efisien.
4.
Tipe-tipe belajar
Dalam praktek pembelajaran, penggunaan suatu dasar teori
untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori
belajar yang cocok untuk segala situasi, karena masing-masing mempunyai
landasan berbeda dan cocok untuk situasi tertentu. Robert M. Gagne mencoba
melihat berbagai macam teori belajar dalam satu kebulatan yang saling
melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne, ada 8 tipe belajar. Setiap
tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya. Kedelapan tipe
belajar itu adalah:
1. Belajar
Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons bersyarat.
Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat mengambil sikap tidak bicara.
Lambaian tangan isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk
dan lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons.
Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons
yang dilakukan itu bersifat umum, kabur dan emosional. Menurut Kimble (1961)
bentuk belajar semacam ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam artian
respons diberikan secara tidak sadar.
2. Belajar
Stimulus (Stimulus Respons Learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum,
kabur dan emosional. respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu
hubungan S – R. mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S –
R. Jadi belajar stimulus respons sama dengan teori asosiasi. Setiap respons dapat
diperkuat dengan reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus
respons.
3. Belajar
Rangkaian (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam
rangkaian antara berbagai S – R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian
motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu, makan, minum, atau gerakan
verbal seperti selamat tinggal, bapak-ibu.
4. Asosiasi
Verbal (Verbal Association)
Suatu kalimat “unsur itu berbagun limas” adalah contoh
asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa unsur berbagun limas kalau ia
mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau
asosiasi verbal terbentuk jika unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu,
yang satu mengikuti yang lain.
5. Belajar
Diskriminasi (Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai
rangkaian. Seperti membedakan berbagai bentuk wajah, binatang, atau
tumbuh-tumbuhan.
6. Belajar Konsep
(Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari
hasil membuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara
berbagai fakta. Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulang belakang
menurut ciri-cit khusus (kelas), seperti kelas mamalia, reptilia, amphibia,
burung, dan ikan. Dapat pula digolongkan manusia berdasarkan ras (warna kulit)
atau kebangsaan, suku bangsa atau hubungan keluarga. Kemampuan membentuk konsep
ini terjadi jika orang dapat melakukan diskriminasi.
7. Belajar Aturan
(Rule Learning)
Hukum, dalil atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar
ini banyak terdapat dalam semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika
dipanaskan, besar sudut dalam sebuah segitiga sama dengan 180 derajat. Belajar
aturan mirip dengan verbal chaining (rangkaian verbal), terutama jika aturan
itu tidak diketahui artinya. Oleh karena itu setiap dalil atau rumus yang
dipelajari harus dipahami artinya.
8. Belajar
Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Memecahkan masalah adalah biasa dalam kehidupan. Ini
memerlukan pemikiran. Upaya pemecahan masalah dilakukan dengan menghubungkan
berbagai berbagai urusan yang relevan dengan masalah itu. Dalam pemecahan
masalah diperlukan waktu, bisa singkat bisa lama. Seringkali harus dilalui
dengan berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu, mencari
hubungannya dengan aturan (rule) tertentu. Dalam segala langkah diperlukan
pemikiran. Tampaknya pemecahan masalah terjadi dengan tiba-tiba (insight).
Masalah yang dipecahkan sendiri atau penyelesaiannya ditemukan sendiri lebih
mantap dan dapat ditransfer pada situasi atau problem lain. Kesanggupan
memecahkan masalah memperbesar kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah lain.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Implikasi
dari psikologis merupakan salah satu landasan pengembangan perencanaan pembelajaran yakni kepada para
guru sebagai desainer, developer dan sekaligus sebagai barisan paling depan
yakni sebagai implementor kurikulum. Secara teoritis, seorang guru
harus/berkewajiban mengenal siswanya, seperti diungkapkan oleh Lan Reece dan
Stephen Walker (1997), bahwa semua siswa adalah individu-individu. Tidak ada
dua siswa yang belajar dengan cara yang sama. Jadi, meskipun guru memiliki
sejumlah siswa dalam kelas, mereka semua merupakan individu sendiri-sendiri.
Mereka memiliki harapan masing-masing, dan penting bagi guru untuk memenuhi
harapan mereka. Siswa memiliki harapan berdasarkan pada pengalaman belajar
sebelumnya. Tugas guru adalah mengetahui cara belajar mengajar pilihan siswa,
untuk mengkonsentrasikan cara belajar mengajar yang terbukti sukses dan
memperbaiki yang belum berhasil. Menurut Herbert Khol (1986), guru yang baik
memiliki ciri,
1) Rasa ingin tahu yang kuat mengenai
kehidupan dan kebudayaan siswanya dan berkeinginan untuk
mengeksplorasi dunia mereka (para siswa);
2) Memilliki rasa cinta yang mendalam terhadap
semua siswanya dan senang menghabiskan waktu bersama siswanya.
Pendapat
lainnya dari Nana Syaodih (2003) bahwa siswa yang melakukan kegiatan belajar
adalah individu, baik didalam kegiatan klasikal, kelompok maupun individual.
Proses dan kegiatan belajarnya tidak dapat dilepaskan dari karakteristik,
kemampuan dan perilaku individualnya. Dengan pemahaman yang lebih luas dan
mendalam tentang kondisi para siswanya, seorang guru diharapkan mampu
menciptakan interaksi pendidikan, perlakuan mendidik yang lebih efektif dan
efisien.
Berdasarkan uraian di atas, baik secara
teoritis maupun secara empiris atau pelaksanaan dalam praktek, tidak ada alasan
bagi seorang guru dalam menjalankan tugasnya untuk tidak mengenal
siswanya. Artinya, bagi seorang guru, mengenali siswa itu harus menjadi
prioritas utama. Hal ini dimaksudkan guna mengantisipasi dalam menyusun
strategi pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa
secara individu. Dengan mengenali siswa secara baik, bagi seorang guru,
merupakan modal dasar guna mencapai kelancaran dan sekaligus kesuksesan guru
yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya, yakni melayani para siswanya agar
terjadi proses belajar secara optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Johnson, M. (1977), Intentionality in Education, New York: Center for Curriculum Research and Service.
Khol, H. (1986), On Teaching, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Reece, L. dan Walker, S. (1997), Teaching, Training, and Learning: A Practical Guide, Sunderland: Business Education Publishers Limited.
Syaodih Sukmadinata, N. (2003), Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
________, (2006), Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Surya, M. (2003), Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Susilana, R. Dkk. (2006), Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar