KATA
PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang
Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya
makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhammad SAW, kapada
keluarganya para sahabatnya hingga kita selaku umatnya sampai akhir zaman.
Selanjutnya makalah ini diberi judul “Konsep Kepribadian Dan Teori Belajart“
yang merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh Dosen Bimbingan Peserta
Didik pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Marhla’ul Anwar
Banten Tahun Akademik 2011/2012
Dalam
penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini kami ingin mengucap rasa terima kasih
kepada :
1.
Bapak H. Asep Saepudin, S.Ag.M.M
selaku dosen mata kuliah Bimbingan Peserta Didik pada fakultas keguruan dan
ilmu pendidikan UNMA Banten
2.
Teman–teman mahasiswa
seperjuangan khususnya Fakultas FKIP UNMA Banten Tahun Akademik 2011/2012
Dalam proses
pendalaman materi ini, tentunya kami
mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat
konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan penulisan makalah di masa yang
akan datang.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Pandeglang, 14 Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. …………….i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ……………ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... ……….……1
A.
Latar Belakang Masalah.......................................................................... …………….1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................... …………….2
C.
Tujuan ..................................................................................................... …………….2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................... ….…………3
A.
Pengertian Kepribadian............................................................................ …………….3
B. Faktor Yang Mempengaruhi
Kepribadian................................................ …………….4
C. Pengertian teori belajar ………………….………………………………………...….6
D. Beberapa Teori Belajar …………………………………………………………..……7
BAB III PENUTUP................................................................................................. ..………….17
2.1
Kesimpulan.............................................................................................. ..………….17
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………..18
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari psikologi tidak
lepas dari mempelajari tentang jiwa, kepribadian seseorang dalam setiap
perbuatan tingkah laku dalam kesehariannya.
Khusus dalam mempelajari
kepribadian seseorang tidak hanya dapat dilihat dari tampak luarnya saja,
karena sering kali apa yang terlihat dari luar tidak sama dengan kenyataan yang
terjadi, yang dialami seseorang, semua yang tampak dari luar hanyalah sebagai
topeng saja.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam
hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud
bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal
dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai
pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua
kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar
diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman
yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang
merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa
perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup
bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah
membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang
harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif
dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir,
berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi
pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian
Kepribadian
2. Faktor yang mempengaruhi kepribadian
3. Apa pengertian teori belajar
4. Beberapa teori belajar
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Kepribadian
2. Untuk Mengetahui Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Dari
Kepribadian
3. Untuk Mengetahui Pengertian Teori Belajar
4. Untuk Mengetahui Bebrapa Teori Belajar
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kepribadian
Istilah kepribadian merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris “ Personality “. Secara etimologis,
kata personality berasal dari bahasa latin “ persona “ yang berarti
topeng.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata
kepribadian digunakan untuk menggambarkan:
1. Identitas diri, jati
diri seseorang
2. Kesan umum seseorang
tentang diri sendiri atau orang lain
3. fungsi-fungsi
kepribadian yang sehat atau bermasalah.
Pengertian kepribadian menurut
para ahli Hall dan Lindzey, mengatakan bahwa kepribadian diartikan sebagai :
Ketrampilan atau kecakapan sosial ( Social skill )
Kesan yang paling menonjol, yang dilanjutkan
seseorang terhadap orang lain.
1. Woodworth, mengemukakan
bahwa kepribadian merupakan “ kualitas tingkah laku total individu “
2. Dashiell, mengartikan
sebagai “ gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi “
3. Darlega, Winstead dan
Jones ( 2005 ) mengartikannya sebagai “ Sistem yang relative stabil mengenai
karakteristik individu yang bersifat internal, yang berkontribusi terhadap
pikiran, perasaan dan tingkah laku yang konsisten.
4. Allport mengemukakan
lima tipe definisi kepribadian sebagai berikut :
1. Rag-Bag ( Omnibus ),
yang merumuskan kepribadian dengan cara numerasi ( menjumlahkan ). Contohnya
definisi dari Morton Prince, yaitu “ Kepribadian merupakan sejumlah disposisi (
kecenderungan ) biologis, implus-implus dan instink-instink bawaan.
2. Integratif dan
konfiguratif yang menekankan kepada organisasi cirri-ciri diri.
3. Hirachis sama dengan
pendapat William James, yaitu kepribadian itu dinyatakan dalam empat pribadi (
selves ) : Material self, social self, spiritual self dan pure ego atau self
elf self.
4. Adjustment seperti
definisi dari kempfis yaitu sebagai “ integrasi “ dari sistem kebiasaan
individu dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
5. Distinctiveness (
uniqueness ) seperti yang dikemukakan oleh Shoen, yaitu “Sistem disposisi dari
kebiasaan yang membedakan antara individu yang satu dengan yang lain dalam satu
kelompok yang sama.
Selanjutnya Gordon W. Allport
mengemukakan bahwa pengertian kepribadian yaitu “personality is the dynamic
organization within the individual of those pschopycal systems that determine
his unique adjustment to his environment” (kepribadian merupakan organisasi
yang dinamis dalam diri individu tentang sistem psikofisik yang menentukan
penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya.
B.
Faktor yang Mempengaruhi
Kepribadian
Secara garis besar ada dua faktor
utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas
(genetika) dan faktor lingkungan (environment).
1. Faktor Genetika
(Pembawaan)
Pengaruh gen terhadap kepribadian
sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara langsung
adalah
a. Kualitas sistem saraf
b. Keseimbangan biokimia
tubuh dan struktur tubuh
Lebih lanjut dapat dikemukakan
bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah
a. Sebagai sumber bahan
mentah (raw materials) kepribadian seperti fisik, inteligensi dan temperamen
b. Membatasi perkembangan
kepribadian (meskipun kondisi lingkungannya sangat baik/kondusif, perkembangan
kepribadian itu tidak bisa melebihi kapasitas atau potensi hereditas ) dan
mempengaruhi keunikan kepribadian.
2. Faktor Lingkungan
(Environment)
Faktor lingkungan yang
mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah
a. Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu
utama pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah
1. Keluarga merupakan
kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak.
2. Anak banyak menghabiskan
waktunya di lingkungan keluarga.
3. Para anggota keluarga merupakan
“sicnificant people” bagi pembentukan kepribadian anak.
b. Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa
kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati,
baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti
pola-pola prilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
c. Sekolah
Lingkungan sekolah dapat
mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh
diantaranya sebagai berikut :
·
Iklim emosional kelas
·
Sikap dan prilaku guru
·
Disiplin (tata tertib)
C. Pengertian Teori Belajar
Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik
dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang
diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar, 1988: 5).
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa
baik ketika berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah maupun keluarganya sendiri. Oleh karenanya,
pemagaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan
manifestasinya mutlak di perlukan oleh para pendidik.
Adapun pembelajaran secara umum
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan
lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat
perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia
(Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai
bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran
peserta didik. Berdasarkan suatu teori belajar, suatu pembelajaran diharapkan
dapat lebih meningkatkan perolehan peserta didik sebagai hasil belajar
(Trianto, 2007: 12). Teori belajar juga dapat dipahami sebagai prinsip umum
atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas
sejumlah fakta dan penemuan yang terkait dengan peristiwa belajar khususnya
dalam pembelajaran PAI.
Secara pragmatis, teori belajar dapat di fahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tigal conditioning, dan macam yang sangat menonjol yakni Connectionism, Classical conditioning, dan operant Conditioning. Teori-teori tersebut merupakan ilham yang mendorong para ahli melakukan eksperimen-eksperimen lainnya untuk mengembangkan teori-teori baru yang juga berkaitan dengan belajar.
Secara pragmatis, teori belajar dapat di fahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tigal conditioning, dan macam yang sangat menonjol yakni Connectionism, Classical conditioning, dan operant Conditioning. Teori-teori tersebut merupakan ilham yang mendorong para ahli melakukan eksperimen-eksperimen lainnya untuk mengembangkan teori-teori baru yang juga berkaitan dengan belajar.
D. Beberapa Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami
perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris
lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah
hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau
jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasilJelasnya, aliran ini memandang bahwa hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap apa yang datang dari luar individu. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku dari stimulus yang diterimanya (Muhaimin, 2002: 196).
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasilJelasnya, aliran ini memandang bahwa hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respons), yaitu suatu proses yang memberikan respons tertentu terhadap apa yang datang dari luar individu. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku dari stimulus yang diterimanya (Muhaimin, 2002: 196).
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus
yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan
respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu
apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa
(respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah
faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin
kuat.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan
behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing
menghasilkan hukum-hukumbelajar, diantaranya:
· Law of
Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan,
maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak
memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang
terjadi antara Stimulus- Respons.
·
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan
mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan
satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan
kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu.
·
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan
antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih
dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law of Respondent Conditioning yakni hukum
pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan
(yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus
lainnya akan meningkat.
·
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan
yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer,
maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya :
·
Law of operant conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.
·
Law of operant extinction yaitu jika
timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud denganoperant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut
Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang
timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu
itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari
individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnyaconditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang
individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori
belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan
dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity
Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method),
metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi
(The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori
pengurangan dorongan.
2. Teori Belajar kognitivisme
Beberapa teori yang termasuk kategori aliran Humanistik adalah:
a. Arthur Combs
(1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak
perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar
yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru
tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh
tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan
penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan
memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba
memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah
perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang
ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat
bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar
apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal
arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah
bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya..
b. Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi
humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima
dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini
adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow,
manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang
paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi
(aktualisasi diri).
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi
positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan
menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan
kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran
interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah
meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
c. Carl Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun
1902 dan wafat di LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers
tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya
untuk membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan
ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia
pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin.
Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia
University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada
tahun 1931.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Pada tahun 1931, Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan
perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan
terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang
dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang
benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti
memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang
hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari
hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti
mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan
pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam
masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah
prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
1. Manusia itu mempunyai
kemampuan belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan
terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan
maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut
perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan
cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang
mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila
ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap
diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang
berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna
diperoleh siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana
siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses
belajar itu.
8. Belajar inisiatif sendiri
yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek,
merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri
sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa
dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari
orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam
dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang
terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri
mengenai proses perubahan itu.
3. Teori Belajar Kognitif
Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat
tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational
dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan
4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti
sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek
atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a. Perilaku “Molar“
hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”.
b. Perilaku “Molecular” adalah
perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan
perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar.
Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku
“Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
“Molecular”.
c. Hal yang penting dalam
mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan
lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya
ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak.
Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah.
(lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang
penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
d. Organisme tidak mereaksi
terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi
mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan
kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya
adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti
gunung atau binatang tertentu.
e. Pemberian makna
terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis
dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu
proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang
diterima.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kepribadian
(personality) persona yang berarti topeng Allport mengemukakan bahwa kepribadian adalah personality is the dynamic
organization within the individual of those pschopysical systems that determine
his unique adjustment to his environment.
Faktor yang
mempengaruhi kepribadian adalah faktor genetika (pembawaan) dan faktor
lingkungan (environment) yang lebih tertuju pada pengalaman.
Teori belajar humanisme, behaviorisme, piaget dan gestal memiliki
ciri khas masing-masing . Teori belajar humanisme berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang perilakunya bukan sudut pandang pengamatnya. Tujuan
utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu
membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada
pada diri mereka.Sedangkan teori belajar behavioristik merupakan proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan
respons yang menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Aplikasinya dalam
pembelajaran adalah bahwa guru memiliki kemampuan dalam mengelola hubungan
stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat
optimal. Teori piaget dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Sedangkan
teori gestalt Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah
beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti
teori behavioristik dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar,
karakteristik siswa, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu.2007. Teori Kepribadian.Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Fauzi, Ahmad. 1997. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka
Setia.
File://D:\andi;\bu guru\bu guru\psikologi_kepribadian.htm
Index.php.htm
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta: 2005.
Darsono, Max, Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang
Press. 2001.
Djaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara: 2007.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar Rajawali press,Jakarta: 2009.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Sebuah Pendekatan Baru. Rosda.
Bandung : 1997
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Rineka
Cipta.Jakarta: 2003.
Sobry sutikno, Belajar dan Pembelajaran, Prospect. Bandung.2009.
Sumadi Suryabrata,Psikologi Pendidikan, Rajawali Pers. Jakarta :
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar